JAKARTA – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, menanggapi serius kasus penyalahgunaan teknologi deepfake berbasis Kecerdasan Buatan (AI) yang terjadi di Semarang, di mana video dan foto berkonten pornografi diedit tanpa izin. Mu’ti menekankan bahwa penguasaan teknologi AI harus dibarengi dengan penanaman etika yang kuat di lingkungan pendidikan.
Kasus yang melibatkan seorang siswa berinisial Chiko (nama samaran) dari SMAN 11 Semarang, yang mengedit dan menyebarkan konten sensitif teman-temannya di media sosial, menjadi peringatan keras bagi seluruh ekosistem pendidikan di Indonesia.
Pentingnya Etika di Tengah Revolusi AI
Mendikdasmen Mu’ti menyatakan, perkembangan AI yang sangat cepat membawa tantangan moral dan sosial yang tidak terhindarkan. Pihaknya akan memastikan bahwa kurikulum pendidikan digital diperkaya dengan materi etika dan tanggung jawab dalam menggunakan teknologi.
“Kita tidak bisa hanya mengajarkan bagaimana cara menggunakan AI. Yang lebih penting adalah etika dalam ber-AI,” tegas Mu’ti di Jakarta pada Rabu (22/10/2025).
Menurut Mu’ti, kasus deepfake ini adalah contoh nyata pelanggaran etika digital yang sangat merugikan. Ia menyoroti tiga aspek utama:
- Pelanggaran Privasi: Penggunaan foto dan video pribadi tanpa izin, yang merupakan bentuk invasi terhadap ruang privat seseorang.
- Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO): Pengeditan konten menjadi pornografi adalah bentuk kekerasan seksual berbasis elektronik yang dampaknya merusak psikis korban secara permanen.
- Ancaman Reputasi: Konten deepfake sangat mudah menyebar dan sulit dihilangkan, yang bisa menghancurkan masa depan korban.
Langkah Tindak Lanjut Kementerian
Untuk mencegah terulangnya kasus serupa, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah berencana:
- Integrasi Kurikulum: Mengintegrasikan materi etika AI, keamanan siber, dan literasi digital secara holistik dalam kurikulum sekolah.
- Edukasi Guru dan Siswa: Mengadakan pelatihan intensif bagi guru dan sosialisasi kepada siswa tentang bahaya dan konsekuensi hukum dari penyalahgunaan teknologi deepfake dan pornografi anak.
- Kolaborasi Lintas Lembaga: Bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Kepolisian untuk memberikan pemahaman hukum terkait Undang-Undang ITE dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Mu’ti berharap, insiden di Semarang ini menjadi titik balik bagi semua pihak, baik pendidik, orang tua, maupun siswa, untuk menyadari bahwa kecanggihan teknologi harus selalu tunduk pada nilai-nilai kemanusiaan dan etika. Pelaku dalam kasus ini sendiri telah menyampaikan permohonan maaf secara terbuka atas perbuatannya.