Jakarta, 9 Oktober 2025 – Isu penanganan pornografi, terutama yang melibatkan anak dan penyalahgunaan teknologi canggih seperti Deepfake, menjadi sorotan utama di Indonesia. Pemerintah dan aparat penegak hukum terus memperkuat regulasi dan penindakan demi menciptakan ruang digital yang aman.
Penyalahgunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk membuat konten pornografi sintetis atau Deepfake menjadi tantangan baru yang signifikan bagi penegak hukum.
- Pemanfaatan UU yang Ada: Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengakui bahwa payung hukum terkait teknologi AI masih dalam pembahasan. Oleh karena itu, penindakan terhadap kasus Deepfake yang bermuatan pornografi saat ini masih mengandalkan pada Undang-Undang (UU) Pornografi dan UU ITE.
- Fitnah dan Pencemaran Nama Baik: Kasus penyalahgunaan teknologi ini juga kerap menimbulkan kasus fitnah pornografi, di mana identitas seseorang digunakan untuk merusak reputasi di media sosial. Korban kejahatan digital ini didorong untuk menempuh jalur hukum guna melindungi martabat dan privasi mereka.
Penanganan Pornografi Anak (CSAM – Child Sexual Abuse Material) menjadi prioritas utama pemerintah, dibuktikan dengan pengetatan aturan terhadap platform digital.
- Sanksi Tegas untuk Platform: Komdigi telah mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan Penyelenggara Sistem Elektronik User-Generated Content (PSE UGC) atau platform digital untuk menghapus konten pornografi anak dalam waktu maksimal 1×4 jam setelah menerima laporan. Platform yang gagal mematuhi aturan ini akan dikenakan denda administratif besar dan sanksi lainnya, sebagai upaya agar platform tidak lalai dan bertanggung jawab moral terhadap keselamatan anak.
- Implementasi Perpres Perlindungan Anak: Sejalan dengan aturan tersebut, implementasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Daring terus didorong oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) untuk memastikan akses teknologi bagi anak tetap aman dan positif.
- Kasus Penindakan: Aparat kepolisian, seperti Bareskrim Polri, terus menindak tegas pelaku, termasuk pengungkapan grup-grup di media sosial yang menjadi sarana penyebaran konten pornografi anak dan penangkapan warga negara asing (WNA) yang memproduksi konten asusila di Indonesia.
Mengingat tingginya data kasus pornografi daring yang tercatat, pemerintah dan lembaga terkait fokus pada langkah pencegahan kolaboratif:
- Pembentukan Gugus Tugas: Pemerintah mendorong Pemerintah Provinsi, khususnya DKI Jakarta, untuk membentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi (GTP3), sebagaimana diamanatkan oleh Perpres Nomor 25 Tahun 2012.
- Gerakan Anti-Pornografi: Kemenko PMK menyerukan kolaborasi dalam menggalakkan aksi nyata gerakan anti-pornografi dan kampanye “Satu Jam Tanpa Gawai” di lingkungan sekolah dan rumah. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan memperkuat ketahanan keluarga.
- Peran Orang Tua dan Literasi: Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terus mendesak orang tua untuk lebih waspada dan berperan aktif dalam mendampingi anak di dunia maya, mengingat perlunya peningkatan literasi digital untuk mengurangi kerentanan anak menjadi korban eksploitasi dan kejahatan siber lainnya.
Isu pornografi di Indonesia telah bergeser dari masalah moral menjadi masalah keamanan nasional dan perlindungan anak yang harus ditangani secara lintas sektor dengan bantuan regulasi dan teknologi yang efektif.