Jakarta, 10 Oktober 2025 – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah menempatkan hilirisasi komoditas alam—tidak hanya mineral, tetapi kini fokus ke sektor pertanian—sebagai pilar utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Kebijakan terbaru menyoroti potensi besar dari hilirisasi kelapa, yang diklaim mampu menyumbang devisa hingga per tahun dan menciptakan lapangan kerja baru.
Lompatan Nilai Tambah Melalui Produk Turunan
Meskipun Indonesia adalah salah satu produsen kelapa terbesar dunia, ekspornya selama ini didominasi oleh bahan mentah atau setengah jadi seperti kopra, yang harganya relatif rendah. Peta Jalan Hilirisasi Kelapa 2025-2045 yang dicanangkan pemerintah bertujuan mengubah ini secara fundamental.
Wakil Menteri Investasi mencontohkan, mengolah kelapa dalam menjadi produk turunan seperti Coconut Milk (santan kemasan) dan Virgin Coconut Oil (VCO) dapat menaikkan nilai jual komoditas tersebut hingga 100 kali lipat.
Lompatan nilai ini bukan hanya sebatas angka ekspor. Menteri Pertanian menyebutkan bahwa investasi sebesar telah disiapkan, dengan tahap awal dialokasikan untuk pengadaan bibit komoditas strategis seperti kelapa, kakao, kopi, lada, dan pala. Hilirisasi ini diharapkan dapat menggerakkan ekonomi desa secara masif dan meningkatkan Nilai Tukar Petani (NTP) yang pada September 2025 telah mencapai .
Memperkuat Pertumbuhan dan Mencapai Target 8%
Strategi hilirisasi sektor pertanian ini adalah upaya serius pemerintah untuk mencapai target ambisius pertumbuhan ekonomi .
- Meningkatkan Investasi: Hilirisasi terbukti menjadi daya tarik utama investasi di Indonesia. Investasi pada Semester I 2025 tercatat tembus , di mana sektor pengolahan dan logam pertambangan (yang juga didorong hilirisasi) berkontribusi signifikan pada Produk Domestik Bruto () hingga .
- Kemandirian Ekonomi: Selain kelapa, pemerintah juga berfokus pada hilirisasi gambir, lada, dan kakao sebagai langkah menuju swasembada nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor, terutama bahan bakar seperti Solar, dengan rencana penerapan B50 pada semester II-2026.
Tantangan yang Harus Diatasi
Meskipun potensi ekonominya sangat besar, implementasi hilirisasi menghadapi sejumlah tantangan, terutama di sektor pertanian:
- Kualitas Tenaga Kerja: Mayoritas penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian masih berada di sektor informal dengan produktivitas rendah. Kebijakan harus diarahkan untuk meningkatkan kualitas pekerjaan melalui pelatihan, mekanisasi, dan integrasi petani ke rantai pasok modern.
- Keberlanjutan dan Keadilan: Pengamat ekonomi menekankan bahwa kebijakan hilirisasi tidak boleh hanya berorientasi jangka pendek, tetapi harus didukung oleh strategi keberlanjutan pangan dan adaptasi iklim. Selain itu, program hilirisasi harus berkeadilan dan inklusif, memastikan manfaatnya dirasakan oleh masyarakat daerah dan UMKM, bukan hanya investor besar.
Secara keseluruhan, hilirisasi pertanian yang diresmikan oleh pemerintah menandai pergeseran fokus dari hanya mengolah mineral menjadi memaksimalkan potensi sumber daya alam yang padat karya, dengan harapan dapat mentransformasi struktur ekonomi Indonesia menjadi negara industri maju yang berbasis nilai tambah.