Jakarta, 13 Oktober 2025 —Modus kejahatan pornografi di ruang digital semakin kompleks, tidak hanya sebatas penyebaran, tetapi juga melibatkan penyalahgunaan teknologi canggih. Pada Senin, 13 Oktober 2025, penegak hukum menyoroti dua tren utama yang mendominasi kasus pornografi terbaru: ancaman penyebaran video asusila yang dilakukan mantan pasangan dan maraknya penggunaan teknologi Deepfake.
Kepolisian dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Komdigi) menegaskan bahwa mereka mengandalkan dua payung hukum utama, yaitu Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua UU ITE, untuk menindak para pelaku.
Ancaman Seksual Berbasis Dendam
Kasus penyebaran konten asusila sering kali dipicu oleh motif balas dendam atau ancaman pemerasan (sextortion) setelah hubungan pribadi berakhir.
- Kasus Terbaru: Polda Kepulauan Riau (Kepri), misalnya, baru-baru ini menangkap seorang tersangka (AM, 22 tahun) yang mengancam akan menyebarkan video asusila mantan pacarnya. Mirisnya, tersangka melakukan ancaman karena sakit hati dan tidak terima diputuskan.
- Ancaman Hukuman: Pelaku yang menyebarkan, membuat, atau bahkan mengancam penyebaran konten asusila dapat dijerat dengan Pasal 27 Ayat (1) UU ITE dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun dan denda hingga Rp 6 miliar.
Penindakan Maraknya Kasus Deepfake
Di sisi lain, Komdigi juga menyoroti maraknya kejahatan deepfake, yaitu manipulasi video atau gambar menggunakan Kecerdasan Buatan (AI) untuk membuat konten pornografi yang menyerupai seseorang.
Dirjen Pengawasan Ruang Digital Komdigi menjelaskan bahwa meskipun payung hukum khusus teknologi AI masih dalam pembahasan, kasus deepfake yang menghasilkan konten pornografi tetap ditindak tegas menggunakan kombinasi UU Pornografi dan UU ITE.
Tren ini menegaskan bahwa setiap orang, bahkan yang tidak pernah merekam diri sendiri, berpotensi menjadi korban kejahatan pornografi digital melalui manipulasi AI.