Jakarta, 13 Oktober 2025 —Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan keputusan yang secara fundamental mengubah peta hukum digital di Indonesia. Melalui Putusan Nomor 105/PUU-XXII/2024, MK memperjelas bahwa delik pencemaran nama baik dalam Pasal 27A UU ITE Tahun 2024 hanya berlaku untuk orang perseorangan (individu), dan tidak dapat digunakan oleh institusi publik, termasuk pemerintah atau korporasi.
Putusan ini menjadi berita penting bagi kebebasan berekspresi di Indonesia, membatasi potensi kriminalisasi terhadap kritik yang disampaikan masyarakat di ruang digital.
Pasal ITE Tak Boleh Jadi Tameng Kritik
Keputusan MK ini disambut baik oleh pegiat kebebasan sipil, yang selama ini mengkhawatirkan penggunaan pasal pencemaran nama baik untuk membungkam kritik terhadap kebijakan publik atau institusi negara.
“Putusan ini memastikan bahwa pemerintah atau lembaga negara tidak bisa lagi menggunakan UU ITE sebagai tameng untuk menghindari kritik masyarakat. Pasal pencemaran nama baik kini kembali ke koridornya, yaitu melindungi kehormatan individu, bukan institusi,” ujar seorang juru bicara dari kelompok advokasi digital.
Meskipun demikian, penegak hukum menekankan bahwa masyarakat tetap harus berhati-hati. Pelaku ujaran yang mengandung penuduhan bohong yang menyerang kehormatan individu masih dapat dijerat dengan Pasal 27A UU ITE, dengan ancaman pidana yang telah direvisi menjadi lebih ringan dibandingkan UU ITE sebelumnya.
Fokus Penindakan Bergeser ke Pemerasan dan Hoaks
Di sisi lain, Kepolisian terus melanjutkan penindakan terhadap tindak pidana ITE kategori lain yang ancaman hukumannya tetap tinggi dan berdampak langsung pada kerugian masyarakat:
- Pemerasan dan Pengancaman Online: Kasus pemerasan (sextortion) dan pengancaman melalui media elektronik masih marak. Pelaku yang menggunakan data atau video pribadi untuk mengancam korban dijerat dengan Pasal 27B UU ITE 2024, yang memiliki ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.
- Hoaks dan Kerusuhan: Penyebaran informasi elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat (Pasal 28 ayat (3)) juga menjadi prioritas. Ketentuan ini bertujuan untuk mencegah disinformasi yang merusak ketertiban umum.
Para ahli hukum menyarankan agar setiap institusi penegak hukum di tingkat daerah segera menyelaraskan pemahaman dan prosedur penanganan kasus ITE dengan Putusan MK terbaru, memastikan implementasi UU ITE berjalan adil sesuai amanat revisi terbaru dan konstitusi.