JAKARTA – Sebuah partai politik yang secara terbuka berada di luar koalisi pemerintahan resmi mengajukan permohonan uji materiil atau judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Langkah hukum ini ditempuh sebagai upaya untuk menguji kesesuaian beberapa pasal dalam UU tersebut terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
Permohonan uji materi ini diajukan pada Senin, 24 November 2025, dengan fokus utama mempersoalkan pasal-pasal yang dinilai berpotensi membatasi hak politik partai dan mencederai prinsip keadilan pemilu.
“Kami berpandangan bahwa ketentuan-ketentuan tertentu dalam UU Pemilu, khususnya yang berkaitan dengan Ambang Batas Parlemen dan Sistem Pemilu, telah membatasi hak konstitusional. Oleh karena itu, kami meminta Mahkamah Konstitusi untuk meninjau ulang ketentuan tersebut,” ujar Juru Bicara Partai Oposisi tersebut di Gedung MK.
Fokus Perkara di MK
Uji materi kali ini berpusat pada dua isu utama yang sering menjadi perdebatan dalam sistem pemilu Indonesia:
-
Ambang Batas Parlemen: Pihak pemohon menilai ketentuan ambang batas yang berlaku saat ini terlalu tinggi, sehingga menyebabkan jutaan suara rakyat terbuang dan menghambat keterwakilan politik.
-
Mekanisme Pemilu: Permohonan juga menguji pasal-pasal yang terkait dengan efektivitas dan implementasi sistem pemilihan, agar pemilu dapat berjalan lebih langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Pihak Mahkamah Konstitusi menyatakan permohonan tersebut telah diterima dan akan segera didaftarkan untuk proses sidang pleno. Proses sidang uji materi ini akan menjadi perhatian publik mengingat dampaknya yang potensial terhadap arsitektur politik Indonesia di masa mendatang.













