Jakarta, 13 Oktober 2025 —Ancaman kejahatan berbasis Kecerdasan Buatan (AI) atau yang dikenal sebagai deepfake semakin nyata dan meluas di Indonesia. Pada 2025, deepfake tidak lagi hanya mengincar tokoh publik, tetapi juga digunakan secara masif untuk penipuan digital (scam) dan produksi konten pornografi ilegal, menimbulkan kerugian materiil dan merusak reputasi korban.
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menegaskan bahwa mereka terus mengandalkan payung hukum yang ada, yaitu UU ITE dan UU Pornografi, untuk menindak pelaku.
1. Modus Penipuan Deepfake Makin Sempurna
Kasus deepfake terbaru didominasi oleh modus penipuan yang mencatut nama pejabat negara hingga selebriti untuk menjerat korban.
- Pencatutan Pejabat: Kepolisian telah menangkap beberapa sindikat yang menggunakan video deepfake menyerupai pejabat tinggi negara—termasuk yang mencatut nama Presiden dan Menteri Keuangan—untuk menawarkan bantuan palsu atau hadiah besar, yang ujung-ujungnya meminta korban mentransfer sejumlah uang.
- Keuntungan Pelaku: Dalam beberapa kasus, sindikat ini berhasil meraup keuntungan puluhan hingga ratusan juta rupiah dari korbannya sebelum dibongkar.
Komdigi memperingatkan bahwa teknologi deepfake kini semakin sulit dibedakan dari aslinya, menuntut masyarakat untuk lebih skeptis dan melakukan verifikasi sumber informasi secara ketat.
2. Deepfake Pornografi Mengincar Masyarakat Umum
Selain penipuan, penyalahgunaan AI untuk menciptakan konten deepfake pornografi menjadi ancaman yang paling merusak. Pelaku mencuri foto dari media sosial, memanipulasi wajah korban ke dalam video asusila, lalu menyebarkannya atau menggunakannya untuk pemerasan.
- Korban Mahasiswi: Beberapa Polda di daerah telah mengungkap kasus di mana wajah puluhan mahasiswi dicatut oleh pelaku untuk dimasukkan ke dalam konten tak senonoh, yang kemudian diunggah ke platform media sosial untuk tujuan menjerat korban.
- Jerat Hukum: Walaupun belum ada regulasi khusus AI, pelaku pembuat dan penyebar deepfake pornografi dijerat dengan UU Pornografi Pasal 4 Ayat (1) dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun dan denda hingga Rp6 miliar, serta tambahan hukuman dari UU ITE.
Komdigi saat ini tengah menyusun Peta Jalan AI Nasional dan pedoman etika khusus untuk teknologi AI, namun penindakan hukum tetap berjalan dengan berpegangan pada regulasi yang berlaku.