JAKARTA, 15 Oktober 2025 – Kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan kuota haji menjadi sorotan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memilih fokus menggunakan Pasal Kerugian Negara (UU Tipikor) daripada pasal suap. Seorang ahli Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) memberikan penjelasan mendalam mengenai strategi hukum yang diterapkan oleh KPK ini.
Strategi KPK: Mengapa Kerugian Negara Lebih Relevan?
Menurut ahli TPPU, penggunaan pasal kerugian negara (Pasal 2 dan 3 UU Tipikor) dalam kasus kuota haji jauh lebih relevan dan memiliki potensi pembuktian yang lebih kuat dibandingkan pasal suap (Pasal 5 atau 12 UU Tipikor). Alasan utamanya adalah:
- Fokus pada Dampak Finansial: Pasal kerugian negara berfokus pada dampak finansial yang diakibatkan oleh perbuatan terdakwa terhadap kas negara. Dalam kasus kuota haji, praktik yang terjadi cenderung mengarah pada penyelewengan dana pengelolaan atau alokasi kuota yang seharusnya menjadi hak negara atau jamaah. Praktik ini secara langsung menyebabkan kerugian materiel yang dapat dihitung.
- Kesulitan Pembuktian Suap: Pembuktian unsur suap seringkali lebih rumit karena harus membuktikan adanya “pertemuan kehendak” (meeting of minds) antara pemberi dan penerima, serta tujuan suap tersebut untuk memengaruhi keputusan tertentu. Dalam kasus besar, sering kali transaksi suap dilakukan melalui pihak ketiga (laundry money) yang menyulitkan penyidik.
- Memperluas Opsi TPPU: Dengan menggunakan pasal kerugian negara sebagai delik asal (predicate crime), KPK dapat lebih mudah melanjutkan penyidikan ke tahap TPPU. TPPU memungkinkan penyidik untuk melacak dan menyita seluruh aset hasil kejahatan, yang jauh lebih efektif dalam memiskinkan koruptor, daripada hanya berfokus pada jumlah suap yang mungkin relatif kecil.
Kesimpulan ahli: Strategi KPK ini menunjukkan upaya penegak hukum untuk memaksimalkan pengembalian aset negara yang dicuri. Dengan menjerat pelaku korupsi dengan pasal kerugian negara, hukuman yang diberikan tidak hanya berat, tetapi juga berdampak pada pemulihan aset yang digunakan untuk kepentingan pribadi.