JAKARTA, 16 Oktober 2025 – Kepolisian Republik Indonesia mengeluarkan peringatan hukum tegas mengenai lonjakan kasus pembuatan dan penyebaran konten pornografi yang memanfaatkan teknologi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI). Praktik yang dikenal sebagai deepfake porn ini menjadi perhatian serius aparat penegak hukum karena potensi kerugian moral dan psikologis yang ditimbulkan sangat besar.
Kepolisian menekankan bahwa pelaku yang membuat, mendistribusikan, atau memfasilitasi penyebaran konten pornografi berbasis AI akan dijerat dengan undang-undang berlapis.
Jeratan Hukum Berlapis untuk Pelaku
Penyalahgunaan teknologi AI untuk memproduksi konten pornografi, baik yang melibatkan figur publik maupun masyarakat biasa, dijerat dengan kombinasi tiga regulasi utama di Indonesia:
- Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE):
- Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (1): Mengatur tentang larangan mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan melanggar kesusilaan (pornografi).
- Ancaman Pidana: Pelaku dapat dikenakan pidana penjara hingga 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar.
- Undang-Undang Pornografi:
- Pelaku yang memproduksi, membuat, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi berbasis AI juga dapat dijerat di bawah undang-undang ini, dengan ancaman pidana yang lebih berat, terutama jika melibatkan anak-anak.
- Hukum Pidana Umum:
- Jika konten tersebut dibuat untuk memeras atau mengancam korban, pelaku juga dapat dikenakan jeratan pidana terkait pengancaman dan pemerasan.
Tantangan Penegakan Hukum
Pemanfaatan AI dalam kejahatan ini menimbulkan tantangan spesifik bagi kepolisian:
- Pembuktian: Membuktikan niat jahat (mens rea) dan proses pembuatan konten deepfake membutuhkan keahlian forensik siber yang tinggi untuk mengidentifikasi perangkat lunak dan jejak digital yang digunakan.
- Yurisdiksi: Platform penyebaran yang bersifat global (media sosial dan dark web) membuat penanganan kasus ini memerlukan kerja sama internasional yang erat.
Kepolisian mengimbau masyarakat untuk tidak pernah terlibat dalam pembuatan atau penyebaran konten semacam ini. Korban yang citra dan reputasinya dirusak oleh deepfake porn didorong untuk segera melapor ke kepolisian untuk penanganan lebih lanjut.