JAKARTA – Badan Narkotika Nasional (BNN) pada awal Oktober 2025 mengumumkan bahwa mereka sedang mengkaji secara intensif pendekatan baru yang lebih memprioritaskan rehabilitasi dan penanganan kesehatan bagi pengguna narkotika, terutama pada kasus kepemilikan dalam jumlah kecil. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap tingginya kepadatan di lembaga pemasyarakatan akibat overkapasitas narapidana kasus narkoba.
BNN menyatakan bahwa tujuan utama dari pergeseran kebijakan ini adalah untuk membedakan secara tegas antara pengedar/bandar dengan korban penyalahgunaan (pecandu).
Perubahan Fokus Hukum dan Medis
Kajian ini melibatkan sejumlah pakar hukum pidana dan kesehatan masyarakat untuk merumuskan pedoman yang lebih jelas mengenai:
- Asesmen Wajib: Pengguna narkotika yang tertangkap dalam jumlah kecil akan melalui proses asesmen terpadu oleh tim medis dan hukum. Hasil asesmen ini akan menentukan apakah seseorang harus menjalani hukuman penjara atau dialihkan ke pusat rehabilitasi.
- Penguatan Kapasitas Rehabilitasi: Pemerintah daerah didorong untuk menambah jumlah pusat rehabilitasi yang dikelola negara dan meningkatkan kualitas layanan medis dan psikososial di dalamnya, bukan hanya mengandalkan swasta.
Kepala BNN menegaskan bahwa meskipun fokus pada rehabilitasi diperkuat, penindakan terhadap jaringan sindikat besar, produsen, dan bandar narkotika akan tetap menjadi prioritas utama dengan hukuman yang setegas-tegasnya. Kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan keadilan yang lebih baik dan mengurangi residivisme (pengulangan kejahatan) di kalangan pecandu.