Jakarta, 13 Oktober 2025 — Upaya Indonesia dalam mempercepat transisi menuju energi baru dan terbarukan (EBT) menghadapi tantangan kebijakan dan birokrasi. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mendesak pemerintah untuk membentuk Lembaga Khusus Percepatan Transisi Energi.
Desakan ini muncul karena kebijakan transisi energi saat ini masih tersebar di berbagai kementerian, menyebabkan inefisiensi dan kurangnya otoritas tunggal yang kuat.
Etanol Disorot, DPR Minta Kehati-hatian
Salah satu kebijakan yang mendapat sorotan tajam adalah rencana penggunaan etanol sebagai solusi transisi energi, khususnya dalam pencampuran Bahan Bakar Minyak (BBM). DPR mengingatkan Pemerintah agar tidak terburu-buru menjalankan program tersebut.
“Kebijakan etanol ini bagus, tetapi harus dijalankan dengan hati-hati, transparan, dan berpihak pada kemandirian energi nasional,” ujar perwakilan Komisi VII DPR RI.
MPR menambahkan bahwa Lembaga Khusus Transisi Energi sangat dibutuhkan untuk memiliki mandat lintas sektor yang terintegrasi, memastikan kebijakan EBT berjalan adil bagi masyarakat dan industri dalam negeri. Tanpa otoritas tunggal, Indonesia dikhawatirkan akan terus terjebak dalam subsidi energi fosil yang besar, meskipun sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional.