JAKARTA, 4 November 2025 – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merilis data terbaru yang mengungkap total perputaran dana dari aktivitas judi online (judol) di Indonesia. Hingga menjelang akhir triwulan keempat tahun 2025 (Oktober), angka fantastis tersebut mencapai Rp155 triliun.
Meskipun nominalnya tetap mencengangkan, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menyebut angka ini menunjukkan keberhasilan upaya penekanan yang dilakukan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum. PPATK mencatat adanya penurunan drastis sebesar 56% jika dibandingkan dengan total perputaran uang judi online pada tahun sebelumnya.
📉 Penurunan Signifikan dari Tahun 2024
Kepala PPATK menjelaskan bahwa penurunan ini terjadi berkat kolaborasi dan sinergi antarlembaga dalam memberantas aktivitas judi online di Indonesia.
- Total Perputaran 2024: Rp359 triliun.
 - Total Perputaran 2025 (Hingga Triwulan IV): Rp155 triliun.
 - Penurunan (Perkiraan): Sekitar 56%.
 
“Kalau dilihat tahun lalu Rp359 triliun. Sekarang sampai tengah triwulan keempat, kita sudah berhasil menekan sampai Rp155 triliun. Jadi perputaran sekarang itu di angka Rp155 triliun,” jelas Ivan Yustiavandana di kantornya, Selasa (4/11/2025).
Meski demikian, Ivan mengingatkan bahwa angka Rp155 triliun tersebut masih bersifat sementara dan berpotensi bertambah karena tahun 2025 belum berakhir.
🎯 Komitmen Pemberantasan Judi Online
Penurunan drastis ini diklaim sejalan dengan komitmen pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, terutama terkait dengan pelaksanaan program Asta Cita yang fokus pada pemberantasan kejahatan digital, termasuk judi online.
Selain perputaran uang, PPATK juga mencatat penurunan nilai deposit masyarakat ke rekening-rekening judi online. Jika pada tahun 2024 nilai deposit mencapai Rp51 triliun, angka tersebut berhasil ditekan hingga menjadi Rp24 triliun pada tahun 2025 ini.
Data PPATK sebelumnya juga mengungkapkan dampak sosial dari judi online, di mana mayoritas pemain (sekitar 71,6%) memiliki penghasilan di bawah Rp5 juta, dan ribuan di antaranya berasal dari kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN). Temuan ini semakin menegaskan urgensi penindakan yang masif dan berkelanjutan.
			
		    
                                














