Jakarta – Kasus kripto terbaru mengguncang dunia hukum dan keuangan internasional: seorang warga Tiongkok, Yadi Zhang (alias Zhimin Qian), mengaku bersalah atas tuduhan mencuci uang senilai hampir US$7 miliar (dengan basis transaksi Bitcoin) di pengadilan Inggris. Ini menjadi salah satu contoh paling besar dan mencolok bahwa Bitcoin bisa digunakan sebagai sarana pencucian uang dalam skala masif.
Kronologi Kasus
-
Kasus bermula dari penyitaan sekitar 61.000 Bitcoin di sebuah rumah di London Barat pada 2018. Bitcoin tersebut diperkirakan berasal dari hasil kegiatan kriminal atau penipuan.
-
Nilai 61.000 Bitcoin kini jika dihitung bisa mencapai miliaran dolar AS, tergantung harga pasar saat ini.
-
Yadi Zhang, bersama asistennya, mengaku bersalah atas tuduhan memiliki dan mentransfer dana yang berasal dari tindakan kriminal.
-
Pengakuan ini disampaikan menjelang sidang yang dijadwalkan berlangsung selama 12 minggu, dan para terdakwa akan dijatuhi vonis pada 10 November mendatang.
Apa yang Terungkap?
Kasus ini memberi gambaran nyata bahwa aset digital hususnya Bitcoin dapat menjadi medium untuk mencuci uang secara tersembunyi. Beberapa aspek yang muncul menarik untuk dicermati:
-
Anonimitas & transfer lintas batas
Sifat transaksi kripto yang terdesentralisasi dan anonim memungkinkan dana berpindah dari satu dompet ke dompet lain tanpa identitas yang mudah dilacak, terutama bila digunakan teknik mixing atau split transaksi. -
Volume besar & penyembunyian nilai
Dengan volume transaksi tinggi, nilai besar bisa “terselubung” dalam blockchain, sehingga pergerakan dana tidak langsung mencolok jika tidak diikuti audit yang mendalam. -
Kerumitan penyitaan aset kripto
Menyita Bitcoin bukan seperti menyita uang tunai perlu mengetahui private key, wallet, alamat, dan kerangka hukum yang mendukung tindakan itu. Beberapa yurisdiksi belum memiliki regulasi kuat terkait penyitaan aset kripto. -
Pengakuan bersalah & efek jera
Pengakuan Zhang menjadi preseden bahwa tindakan kripto ilegal bisa ditindak pidana, terutama bila melibatkan nilai luar biasa besar dan terbukti kaitannya dengan aktivitas kriminal.
Di Indonesia: Tantangan & Kasus Serupa
Kasus seperti ini tidak hanya terjadi di luar negeri. Di Indonesia, lembaga keuangan dan penegak hukum telah mencatat beberapa peristiwa di mana kripto digunakan dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Misalnya, PPATK menyebut bahwa antara 2022–2024, sudah ada penanganan kasus pencucian uang lewat aset kripto senilai lebih dari Rp 800 miliar.
Namun, masih banyak tantangan dalam penanganannya:
-
Regulasi penyitaan aset kripto masih belum sempurna, terutama untuk wallet non-custodial (wallet yang dikuasai sendiri pengguna).
-
Aparat penegak hukum kadang kekurangan keahlian teknis menganalisis blockchain, melacak transaksi, hingga mengakses private key.
-
Keterbatasan kerjasama lintas negara ketika dana berpindah ke yurisdiksi yang memiliki perlindungan hukum kuat atau kurang transparan.
Kesimpulan dan Seruan
Kasus Yadi Zhang ini jadi peringatan keras: Bitcoin dan aset kripto bisa menjadi senjata ganda. Di satu sisi membuka peluang investasi dan inovasi, di sisi lain menyediakan “jalan gelap” bagi pelaku kejahatan.
Penegak hukum, negara, dan lembaga keuangan harus mempercepat pembaruan regulasi agar aset digital tak lepas dari jangkauan hukum. Penguatan literasi kripto masyarakat pun penting agar tidak mudah tergiur ke skema kejahatan yang membungkus diri sebagai “investasi digital.”
Sumber