JAKARTA, 16 Oktober 2025 – Ombudsman Republik Indonesia (RI) menyampaikan sorotan tajam dan mendesak Pemerintah untuk segera menetapkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) periode 2025-2029. Desakan ini muncul setelah Ombudsman melihat bahwa jumlah korban TPPO terus meningkat secara mengkhawatirkan, dengan kasus-kasus tragis seperti yang menimpa PMI di Kamboja dan pembongkaran jaringan kawin kontrak ke Cina.
Ombudsman menegaskan bahwa lambatnya penetapan RAN mengirimkan sinyal negatif bahwa pencegahan TPPO belum menjadi prioritas utama negara, padahal kasusnya sudah berada dalam situasi darurat.
Urgensi Penetapan RAN TPPO
RAN TPPO adalah panduan terukur yang mengikat seluruh kementerian dan lembaga negara dalam upaya pencegahan, penindakan, dan perlindungan korban TPPO. Tanpa RAN yang jelas, koordinasi antarinstansi dianggap berjalan lambat dan tidak efektif.
- Angka Korban Mengkhawatirkan: Data menunjukkan lonjakan kasus TPPO, terutama di provinsi-provinsi seperti Sumatera Utara dan Jawa Barat. Kematian tujuh PMI asal Sumut di Kamboja sepanjang tahun 2025 menjadi bukti nyata kegagalan perlindungan.
- Tidak Adanya Target Terukur: Ombudsman menilai bahwa tanpa RAN, sulit mengukur kinerja pemerintah dalam menekan kasus. Dokumen ini penting untuk mendefinisikan target yang jelas dan alokasi anggaran yang tepat sasaran.
- Tuntutan Langkah Nyata: Desakan ini menuntut langkah yang lebih dari sekadar penindakan (represif). Pemerintah harus fokus pada pencegahan di daerah hulu (daerah asal korban) dan perbaikan sistem pengawasan rekrutmen pekerja migran.
Ombudsman menuntut agar pemerintah segera merampungkan draf RAN 2025-2029 dan memastikan dokumen tersebut melibatkan kerja sama erat antara Kepolisian, Kejaksaan, BP2MI, Kementerian Luar Negeri, serta pemerintah daerah untuk memutus rantai perekrutan ilegal di tingkat desa.