Jakarta – Kepolisian Daerah Metro Jaya (Polda Metro Jaya) pada pekan pertama Oktober 2025 mengumumkan keberhasilan operasi siber berskala besar untuk membongkar dan memutus mata rantai distribusi konten asusila anak di bawah umur. Dalam konferensi pers, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Ade Safri Simanjuntak, menyatakan bahwa operasi ini telah menghasilkan penyitaan ribuan akun media sosial, grup privat, dan server tersembunyi yang menjadi sarang perdagangan dan penyebaran materi pedofilia.
Modus Operandi Jaringan Kejahatan
Jaringan ini beroperasi secara terstruktur dan tertutup, memanfaatkan platform pesan instan yang terenkripsi dan Dark Web untuk menghindari deteksi. Modus operandi utama mereka meliputi:
- Grup Berbayar (Premium Group): Pelaku utama menawarkan akses ke koleksi konten asusila anak melalui grup privat dengan biaya keanggotaan mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Transaksi sering kali menggunakan mata uang kripto untuk menyulitkan pelacakan.
- Sextortion dan Grooming: Beberapa pelaku juga teridentifikasi melakukan grooming (pendekatan manipulatif) terhadap korban anak-anak, kemudian mengancam (sextortion) mereka untuk mendapatkan konten baru.
- Jaringan Internasional: Penyidikan awal menemukan indikasi kuat keterlibatan jaringan ini dengan pelaku di luar negeri, menggunakan server di berbagai negara untuk menyimpan dan menyebarkan data.
Dampak dan Penindakan Hukum
Dalam operasi ini, belasan terduga pelaku telah diamankan, termasuk administrator utama dari beberapa grup berbayar terbesar. Polisi menyita puluhan hard drive dan gawai yang berisi data digital dengan total lebih dari 5 Terabyte.
Para tersangka akan dijerat dengan pasal berlapis, termasuk:
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 45 ayat (1) terkait penyebaran konten asusila.
- Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 76I tentang pornografi anak.
- Ancaman hukuman maksimal bisa mencapai 20 tahun penjara dan denda hingga miliaran rupiah.
Polda Metro Jaya juga berkoordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk melakukan pendataan dan rehabilitasi terhadap anak-anak yang teridentifikasi sebagai korban dari jaringan kejahatan siber ini.