JAKARTA, 17 Oktober 2025 – Skandal kasus kekerasan yang menimpa seorang siswa di Sekolah Menengah Atas Negeri Sejahtera (SMANSE) menemukan fakta baru yang mengejutkan publik. Terungkap bahwa orang tua dari salah satu pelaku kekerasan tersebut adalah seorang anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Fakta ini menambah kompleksitas kasus dan menimbulkan sorotan tajam mengenai potensi intervensi atau penyalahgunaan kekuasaan dalam penanganan kasus kekerasan anak di lingkungan sekolah.
Penanganan Kasus dan Dugaan Intervensi
Pihak Sekolah dan aparat penegak hukum kini berada di bawah pengawasan publik yang ketat, terutama setelah identitas orang tua pelaku terkuak.
- Proses Hukum: Pihak kepolisian yang menangani kasus ini harus menjamin bahwa proses hukum terhadap para pelaku berjalan transparan, imparsial, dan tanpa intervensi. Segala upaya untuk melindungi pelaku atau menekan korban harus ditindak tegas.
- Keterlibatan Propam: Dalam kasus di mana keluarga pelaku adalah anggota Polri, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri biasanya dilibatkan. Propam bertugas memastikan anggota Polri yang bersangkutan tidak menyalahgunakan jabatan atau kekuasaannya untuk memengaruhi penyidikan.
- Perlindungan Korban: Prioritas utama harus tetap pada perlindungan dan pemulihan korban. Keterlibatan orang tua pelaku yang merupakan aparat negara dikhawatirkan dapat menimbulkan trauma tambahan atau rasa takut pada korban dan keluarga untuk melanjutkan proses hukum.
Komitmen Institusi Polri
Kapolri atau perwakilan dari Divisi Humas Polri diharapkan segera memberikan pernyataan resmi yang menegaskan komitmen institusi untuk menjunjung tinggi keadilan dan memastikan bahwa anggota Polri tidak berada di atas hukum. Apabila terbukti melakukan intervensi, anggota Polri tersebut dapat dikenakan sanksi kode etik, bahkan pidana.
Kasus ini menjadi ujian bagi institusi Polri untuk membuktikan profesionalisme dan integritasnya dalam menangani kasus kriminal, terlepas dari latar belakang pihak yang terlibat.