JAKARTA, 16 Oktober 2025 – Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) mengonfirmasi bahwa mereka kini secara aktif mendalami penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang telah direvisi, melalui UU No. 1 Tahun 2024, untuk menindak kasus deepfake yang bertujuan menyerang kehormatan atau pencemaran nama baik seseorang.
Langkah ini menunjukkan kesiapan penegak hukum dalam menghadapi manipulasi konten berbasis Artificial Intelligence (AI) yang semakin marak.
Pasal 27A sebagai Dasar Hukum Utama
Fokus utama penindakan ini adalah Pasal 27A UU No. 1 Tahun 2024, yang menjadi dasar hukum yang lebih eksplisit dan kuat untuk menjerat pelaku deepfake.
Pasal ini secara khusus mengatur pertanggungjawaban pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang melalui informasi atau dokumen elektronik. Unsur-unsur dalam penyebaran konten deepfake, yang seringkali memanipulasi wajah atau suara seseorang untuk membuat narasi palsu, dianggap telah terpenuhi dalam pasal ini.
- Fokus pada Korban: UU ITE yang baru ini lebih berfokus pada perlindungan korban, membedakan antara kritik yang sah dan serangan terhadap nama baik. Deepfake, yang merupakan manipulasi digital dengan niat jahat, jelas masuk kategori yang dilarang.
- Ancaman Pidana: Penggunaan Pasal 27A memungkinkan penegak hukum menjatuhkan hukuman yang setimpal bagi pelaku yang menggunakan teknologi canggih untuk merusak reputasi seseorang.
Menghadapi Ancaman Manipulasi AI
Keputusan Polda Metro Jaya untuk memperkuat penindakan deepfake melalui UU ITE yang baru adalah respons kritis terhadap maraknya kejahatan siber. Kasus catphishing berbasis AI dan penyebaran konten pornografi berbasis AI menunjukkan bahwa teknologi generatif tidak hanya dimanfaatkan untuk penipuan finansial, tetapi juga untuk merusak reputasi personal dan publik.
Langkah ini diharapkan menjadi efek jera bagi mereka yang berniat menyalahgunakan teknologi AI untuk kepentingan ilegal dan jahat.