JAKARTA, 17 Oktober 2025 – Presiden Prabowo Subianto memberikan instruksi langsung kepada jajaran kementerian terkait untuk meninjau ulang kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE). Permintaan ini muncul karena Presiden menilai aturan yang berlaku saat ini belum sepenuhnya optimal dalam menarik masuk devisa negara, dan yang lebih penting, menghambat optimalisasi penerimaan pajak dari sektor ekspor.
Peninjauan ulang ini menandai kemungkinan adanya perubahan signifikan pada aturan DHE yang mewajibkan eksportir menempatkan devisa mereka di dalam negeri.
Fokus Utama: Kaitan DHE dan Penerimaan Pajak
Meskipun tujuan utama kebijakan DHE adalah memperkuat cadangan devisa dan menstabilkan nilai tukar Rupiah, Presiden Prabowo menyoroti dampak aturan tersebut terhadap aspek fiskal:
- Hambatan Pajak: Presiden menengarai bahwa struktur aturan DHE saat ini menciptakan celah yang menyebabkan pendapatan riil dari hasil ekspor tidak terekam secara maksimal dalam sistem domestik. Akibatnya, potensi pajak, terutama Pajak Penghasilan (PPh) dari pendapatan ekspor dan keuntungan reinvestasi, menjadi tidak optimal.
- Mendorong Repatriasi yang Produktif: Tinjauan ulang diharapkan dapat menghasilkan mekanisme yang tidak hanya mewajibkan repatriasi (penarikan kembali) devisa, tetapi juga memastikan devisa tersebut digunakan secara produktif di dalam negeri (misalnya, reinvestasi atau disimpan dalam instrumen perbankan domestik) sehingga jejaknya lebih mudah diaudit untuk keperluan pajak.
- Evaluasi Insentif: Pemerintah akan mengevaluasi insentif dan sanksi yang ada. Jika insentif saat ini kurang menarik, maka eksportir cenderung mencari celah atau menyimpan DHE di luar negeri, yang secara otomatis memotong potensi penerimaan pajak domestik.
Implikasi Kebijakan
Peninjauan ulang aturan DHE, yang sebelumnya sempat direvisi di era pemerintahan lalu, menunjukkan bahwa Pemerintah saat ini fokus pada sinkronisasi antara kebijakan moneter (penguatan Rupiah) dan kebijakan fiskal (penerimaan negara).
Jika peninjauan ulang disetujui, perubahan aturan DHE berikutnya kemungkinan akan sangat menekankan aspek transparansi dan pelaporan keuangan eksportir, dengan sanksi yang lebih berat bagi mereka yang gagal memenuhi kewajiban holding period devisa di dalam negeri untuk tujuan pajak.