JAKARTA – Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Bimo Wijayanto, melontarkan peringatan keras kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) agar tidak melakukan praktik curang dengan memecah entitas usaha demi terus menikmati tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,5% dari omzet.
Peringatan ini disampaikan untuk memastikan bahwa insentif yang telah diperpanjang oleh pemerintah benar-benar tepat sasaran, yakni untuk mendukung UMKM yang masih dalam tahap awal perkembangan.
Menyasar Praktik ‘Akali’ Batas Omzet
Dirjen Bimo Wijayanto menyoroti adanya potensi praktik pemecahan usaha yang dilakukan oleh wajib pajak (WP) yang sebenarnya omzetnya sudah melampaui batas toleransi PPh Final, yaitu Rp4,8 miliar per tahun.
“Pedagang kecil kita kasih insentif terus. Jadi, kalau memang sudah naik kelas, ya tidak seharusnya kemudian memecah usahanya untuk mendapatkan insentif yang setengah persen,” tegas Bimo.
Tarif PPh Final 0,5% (berdasarkan PP 23 Tahun 2018 dan revisinya) dirancang untuk mempermudah kepatuhan pajak bagi usaha kecil dengan omzet terbatas. Namun, begitu omzet melampaui batas tersebut, WP secara hukum wajib beralih ke skema perpajakan normal.
Kewajiban Beralih ke Skema PPh Normal
Bagi pelaku usaha yang omzetnya telah menembus batas Rp4,8 miliar, Dirjen Pajak mendorong agar mereka mulai menggunakan pembukuan dan menghitung PPh sesuai dengan Pasal 17 UU Pajak Penghasilan.
“Kalau sudah di atas itu ya kita kasih insentif juga untuk bisa pembukuan. Kita bantu perpajakannya sesuai dengan Pasal 17, jadi menghitung berdasarkan pembukuan profitnya berapa,” jelasnya.
Artinya, bagi usaha yang telah berkembang, PPh yang terutang akan didasarkan pada laba bersih yang diperoleh (setelah dikurangi biaya dan kerugian), bukan lagi sekadar persentase dari omzet kotor.
Pengawasan dan Perpanjangan Insentif
Pemerintah terus memperkuat pengawasan untuk mendeteksi praktik-praktik pemecahan usaha yang merugikan penerimaan negara. Sementara itu, insentif PPh Final 0,5% bagi UMKM telah direncanakan untuk diperpanjang hingga tahun 2029.
Perpanjangan jangka waktu ini bertujuan memberikan ruang lebih panjang bagi UMKM untuk memperkuat fondasi bisnis mereka dan mempersiapkan diri sebelum memasuki skema penghitungan pajak umum.