DOMPU, 15 Oktober 2025 – Upaya pemberantasan korupsi di tingkat akar rumput semakin diintensifkan. Kejaksaan Negeri (Kejari) Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), hari ini secara resmi menetapkan tiga perangkat Desa Jambu sebagai tersangka utama dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan dana desa. Total kerugian negara yang ditimbulkan oleh skandal ini ditaksir mencapai angka fantastis, yakni Rp878 Juta.
Tiga figur yang kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya adalah inisial Kepala Desa (Kades), Bendahara Desa, dan Pengelola Keuangan Desa Jambu. Penetapan ini dilakukan setelah penyidik Kejaksaan bekerja keras mengumpulkan bukti dan mengantongi hasil audit kerugian negara yang valid.
Modus Korupsi Fiktif dan Mark-Up Dana Desa
Kepala Kejari Dompu dalam konferensi pers menjelaskan bahwa modus operandi yang dilakukan oleh trio perangkat desa ini tergolong klasik, namun sangat merugikan. Mereka diduga kuat melakukan serangkaian tindakan manipulatif, termasuk:
- Pertanggungjawaban Fiktif: Membuat laporan kegiatan atau proyek desa yang tidak pernah dilaksanakan atau hanya dilaksanakan sebagian, namun dipertanggungjawabkan 100%.
- Mark-up Harga: Menggelembungkan (mark-up) harga pembelian barang dan jasa yang digunakan untuk proyek desa, sehingga terdapat selisih anggaran yang masuk ke kantong pribadi.
“Dana sebesar Rp878 Juta itu seharusnya digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, dan kesejahteraan warga Desa Jambu. Tindakan para tersangka ini telah mencederai kepercayaan publik dan merampas hak-hak masyarakat desa,” tegas Kepala Kejari.
Penahanan dan Peringatan Serius
Pasca penetapan sebagai tersangka, ketiga perangkat desa tersebut langsung dilakukan penahanan guna mencegah risiko penghilangan barang bukti dan mempermudah proses penyidikan. Kejari Dompu berkomitmen untuk segera melimpahkan berkas perkara ini ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Kasus di Desa Jambu ini menjadi peringatan keras bagi seluruh pejabat desa di Indonesia bahwa pengawasan terhadap alokasi Dana Desa sangat ketat. Penegak hukum dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terus memantau pengelolaan anggaran, dan tindakan penyelewengan sekecil apa pun akan ditindak tegas demi memastikan dana publik benar-benar dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat.