JAKARTA, 20 OKTOBER 2025 – Kementerian Sosial (Kemensos) mengumumkan kebijakan baru terkait penerima Bantuan Sosial (Bansos) yang sempat dicoret dari daftar karena terbukti terlibat dalam aktivitas judi online (judol). Kemensos kini memberikan kesempatan kedua bagi mereka untuk kembali menjadi penerima Bansos, asalkan mereka menunjukkan komitmen kuat untuk berhenti dari judol dan menjalani proses rehabilitasi atau pendampingan.
Langkah ini diambil setelah pemerintah menilai bahwa pencoretan Bansos tanpa solusi pendampingan bisa memperburuk kondisi ekonomi dan kerentanan sosial penerima.
Syarat dan Mekanisme Pengembalian
Kebijakan “kesempatan kedua” ini menekankan aspek pemulihan sosial dan ekonomi, bukan hanya sanksi.
- Pernyataan Komitmen: Individu yang dicoret karena judol harus membuat surat pernyataan resmi yang bermaterai, berisi janji untuk segera menghentikan semua bentuk aktivitas judi online.
- Pendampingan Sosial: Wajib menjalani program pendampingan sosial yang difasilitasi oleh Kemensos melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) atau pilar-pilar sosial di daerah. Pendampingan ini berfokus pada penguatan mental, edukasi literasi keuangan, dan pencegahan ketergantungan.
- Verifikasi Ulang: Status kelayakan ekonomi mereka akan diverifikasi ulang di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Pemulihan Bansos akan diprioritaskan bagi mereka yang secara ekonomi masih sangat rentan dan sudah memenuhi syarat non-judol.
- Sanksi Tegas: Apabila setelah diberikan kesempatan kedua dan penerima kembali terdeteksi terlibat dalam judol, Kemensos akan menjatuhkan sanksi pencoretan permanen tanpa toleransi.
Tujuan Kebijakan Baru
Menteri Sosial menjelaskan bahwa tujuan utama kebijakan ini adalah perlindungan sosial berbasis kemanusiaan.
- Mencegah Kemiskinan Ekstrem: Kemensos tidak ingin sanksi (pencoretan Bansos) malah mendorong mereka semakin miskin dan terpaksa kembali ke judol sebagai jalan keluar yang salah.
- Rehabilitasi Sosial: Kebijakan ini menggarisbawahi upaya pemerintah dalam melihat korban judol sebagai individu yang perlu direhabilitasi, bukan hanya dihukum.
Kebijakan ini diharapkan dapat menjadi jalan tengah yang humanis antara penegakan aturan dan upaya perlindungan terhadap masyarakat miskin.