JAKARTA, 16 Oktober 2025 – Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri melaporkan adanya lonjakan signifikan dalam angka kejahatan berbasis gender yang dilaporkan sepanjang tahun 2025. Hingga bulan Oktober, tercatat lebih dari 36 ribu kasus berbasis gender telah masuk dalam laporan kepolisian.
Statistik yang mengkhawatirkan ini, meski mencerminkan tingginya angka kejahatan, juga diinterpretasikan oleh Polri sebagai peningkatan kesadaran dan keberanian masyarakat untuk melapor.
Kejahatan Siber Kontributor Utama
Dari puluhan ribu kasus yang dilaporkan, kejahatan yang terjadi di dunia maya menjadi kontributor signifikan.
- Penyebaran Konten Pornografi: Kejahatan penyebaran konten pornografi, termasuk yang dilakukan tanpa persetujuan korban (revenge porn), dan eksploitasi seksual anak (CSAM), tercatat mendominasi peningkatan ini. Kasus-kasus ini seringkali melibatkan penyalahgunaan media sosial dan teknologi komunikasi.
- Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO): Selain pornografi, bentuk KBGO lain seperti pengancaman, pemerasan, doxing (penyebaran data pribadi), dan pelecehan verbal melalui platform digital juga menyumbang angka yang besar.
Polri menegaskan bahwa lingkungan digital kini menjadi arena baru bagi kejahatan berbasis gender, menuntut respons hukum yang lebih cepat dan adaptif, terutama dalam menghadapi tantangan teknologi seperti deepfake.
Mengapa Angka Laporan Meningkat?
Meningkatnya angka laporan hingga 36 ribu kasus tidak semata-mata diartikan sebagai naiknya jumlah kejahatan, tetapi juga sebagai indikasi positif dari beberapa faktor:
- Regulasi yang Kuat: Adanya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan revisi UU ITE yang fokus pada perlindungan korban telah memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi korban untuk mencari keadilan.
- Edukasi Publik: Kampanye dan edukasi yang masif dari pemerintah, komunitas, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) telah mendorong korban untuk keluar dari rasa takut dan melaporkan kasus yang mereka alami.
- Respons Aparat: Perbaikan dalam mekanisme penanganan kasus di tingkat kepolisian, yang semakin sensitif terhadap isu gender, turut meningkatkan kepercayaan korban.
Polri berkomitmen untuk memproses seluruh laporan ini dengan mengedepankan prinsip keadilan restoratif dan perlindungan terhadap korban, sambil terus memperkuat tim siber untuk melacak dan menindak pelaku kejahatan digital.