JAKARTA, 17 Oktober 2025 – Mahkamah Konstitusi (MK) telah membacakan putusan terkait gugatan uji materi terhadap ketentuan $Parliamentary$ $Threshold$ (PT), atau ambang batas parlemen. Dalam putusannya, MK menyatakan menolak seluruh permohonan yang diajukan, salah satunya oleh Partai Buruh.
Keputusan ini menegaskan bahwa ambang batas parlemen, yang berfungsi menyaring partai politik yang berhak duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tetap dipertahankan sesuai dengan ketentuan undang-undang saat ini.
Alasan Penolakan Gugatan
Gugatan uji materi ini diajukan dengan argumen utama bahwa Parliamentary Threshold yang tinggi melanggar hak konstitusional partai politik kecil untuk berpartisipasi secara efektif dalam sistem ketatanegaraan dan menihilkan suara rakyat yang telah memilih partai yang gagal melampaui ambang batas.
Namun, MK memiliki pertimbangan hukumnya sendiri:
- Kewenangan Open Legal Policy: MK menegaskan bahwa penentuan besaran ambang batas parlemen ($PT$) adalah sepenuhnya kewenangan pembentuk undang-undang (DPR dan Pemerintah) dan masuk dalam kategori kebijakan hukum terbuka (open legal policy). MK membatasi diri untuk tidak masuk terlalu jauh dalam ranah kebijakan ini selama kebijakan tersebut tidak bertentangan secara fundamental dengan UUD 1945.
- Stabilitas Pemerintahan: MK cenderung mempertahankan pandangan bahwa $PT$ diperlukan untuk menjaga stabilitas sistem pemerintahan presidensial dan membatasi fragmentasi partai politik di parlemen.
Dampak bagi Partai Kecil
Penolakan ini menjadi pukulan telak bagi Partai Buruh dan partai-partai non-parlemen lainnya yang berharap $PT$ dihapus atau diturunkan.
- Tetap Terhalang: Partai Buruh, yang baru mengikuti Pemilu terakhir, akan tetap terhalang untuk mendapatkan kursi di DPR jika perolehan suara mereka tidak mencapai ambang batas yang ditentukan undang-undang (saat ini $4\%$ suara sah nasional).
- Menjaga Dominasi Partai Besar: Keputusan ini secara tidak langsung memperkuat dominasi partai-partai besar yang telah lama bercokol di Senayan dan menghambat masuknya kekuatan politik baru.
Putusan MK ini mengakhiri spekulasi hukum terkait masa depan ambang batas parlemen, namun dipastikan akan memicu kembali desakan untuk dilakukannya revisi undang-undang pemilu di parlemen.