JAKARTA, 16 Oktober 2025 – Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dilaporkan masih mendalami secara intensif kasus kejahatan siber yang melibatkan grup Facebook bernama “Fantasi Sedarah”. Grup yang sempat memiliki lebih dari 32 ribu anggota ini menjadi sorotan karena digunakan untuk mendistribusikan konten pornografi dan eksploitasi seksual anak (Child Sexual Abuse Material/CSAM).
Penyelidikan lanjutan ini berfokus pada potensi penemuan tersangka baru, mengingat masifnya jumlah anggota grup tersebut.
Fokus Utama Penyidikan Bareskrim
Kasus ini telah menghasilkan penangkapan awal terhadap enam pelaku di berbagai wilayah Indonesia. Namun, Bareskrim Polri menyadari bahwa keenam pelaku tersebut hanyalah sebagian kecil dari jaringan yang terlibat.
- Identifikasi Anggota Aktif: Prioritas utama penyidik saat ini adalah menganalisis data digital dari perangkat dan akun yang disita untuk mengidentifikasi anggota grup yang paling aktif dalam mengunggah, mendistribusikan, atau bahkan membuat konten CSAM.
- Jaringan Distribusi: Penyidik mendalami bagaimana konten CSAM diproduksi dan didistribusikan, tidak hanya di dalam grup Facebook itu sendiri, tetapi juga melalui platform pesan terenkripsi lainnya yang mungkin digunakan para anggota.
- Potensi Tersangka Baru: Dengan jumlah anggota mencapai puluhan ribu, Polri meyakini masih banyak tersangka baru yang terlibat, baik sebagai administrator, uploader (pengunggah), maupun downloader (pengunduh) konten eksploitasi seksual anak.
Ancaman Pidana dan Komitmen Polri
Penyelidikan ini menunjukkan komitmen serius Polri dalam memerangi kejahatan siber dan eksploitasi seksual anak, yang merupakan kejahatan transnasional dan melanggar hak asasi manusia. Para pelaku dijerat dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU ITE, UU Pornografi, dan UU Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman pidana penjara yang sangat berat.
Masyarakat diimbau untuk berperan aktif dalam melaporkan aktivitas mencurigakan di media sosial yang berpotensi menjadi sarana eksploitasi anak.