SEMARANG, 21 OKTOBER 2025 – Tragedi pelecehan seksual berbasis teknologi tengah mengguncang dunia pendidikan di Semarang, khususnya di SMAN 11 Semarang. Kasus ini mencuat setelah seorang alumnus, Chiko Radityatama Agung Putra, diduga kuat menyebarkan konten pornografi dengan memanipulasi wajah sejumlah siswi dan seorang guru menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) deepfake.
Meskipun pelaku telah membuat video permintaan maaf, isu ini memanas setelah pihak sekolah dituding bungkam atau lambat dalam merespons, memicu aksi protes terbuka dari para siswa.
Pemicu dan Tuntutan Siswa
Kasus ini menjadi geger setelah konten manipulasi wajah yang dibuat pelaku beredar luas, menimbulkan kerugian psikologis dan ketidaknyamanan bagi para korban.
- Aksi Protes: Pada Senin (20/10/2025), setelah upacara bendera, ratusan siswa SMAN 11 Semarang menggelar unjuk rasa spontan. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap respons sekolah yang dianggap kurang tegas dan tidak memberikan perlindungan maksimal bagi korban.
- Tuntutan Utama: Para siswa membawa spanduk yang menuntut “Keadilan” dan penanganan serius terhadap kasus ini. Aksi ini menunjukkan bahwa para siswa merasa pihak sekolah tidak memberikan pendampingan dan dukungan yang memadai kepada korban pelecehan digital.
- Pelaku Alumnus: Pelaku diketahui adalah alumnus, sehingga kasus ini menjadi ranah hukum di luar kendali langsung sekolah. Meskipun demikian, sekolah didesak untuk memfasilitasi pelaporan dan memberikan sanksi moral.
Tindak Lanjut dan Respons
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jawa Tengah sebelumnya telah mengonfirmasi kasus ini dan menyebutkan bahwa korban dalam jumlah banyak. Pihak terkait saat ini sedang berkoordinasi:
- Ranah Hukum: Kasus ini masuk dalam kategori pelecehan seksual berbasis digital dan penyalahgunaan teknologi informasi. Pihak kepolisian dan lembaga perlindungan perempuan dan anak telah dilibatkan untuk memproses hukum pelaku.
- Pendampingan Korban: Fokus utama saat ini adalah memastikan korban mendapatkan perlindungan dan pendampingan psikologis untuk memulihkan trauma akibat penyebaran konten.
Tragedi ini menjadi peringatan keras bagi seluruh lembaga pendidikan mengenai bahaya teknologi deepfake dan pentingnya respons cepat dan tegas dalam kasus pelecehan digital.