JAKARTA, 6 NOVEMBER 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengungkap detail modus operandi tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Gubernur Riau Abdul Wahid (AW), yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan, gratifikasi, dan penerimaan hadiah atau janji di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau Tahun Anggaran 2025. Terkuak bahwa uang hasil pemerasan tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk perjalanan ke luar negeri.
Berikut adalah enam fakta utama yang dibongkar KPK terkait kasus “Jatah Preman” ini:
- Target Pemerasan Fee 5% Sebesar Rp7 Miliar: Kasus ini berpusat pada penambahan anggaran di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PUPR PKPP) Riau, yang melonjak dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,5 miliar. Abdul Wahid, melalui representasinya, Kepala Dinas PUPR PKPP M. Arief Setiawan (MAS), menuntut fee atau “jatah preman” sebesar 5 persen dari total kenaikan anggaran. Jumlah fee yang diminta mencapai Rp7 miliar, yang disamarkan dengan kode “7 batang”.
- Ancaman Pencopotan Jabatan: Praktik pemerasan ini dilakukan secara paksa. Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyebutkan bahwa bagi pejabat unit kerja di Dinas PUPR PKPP yang menolak atau tidak mampu menyetor fee yang diminta, mereka akan diancam dengan pencopotan atau mutasi dari jabatannya. Ancaman ini membuat para bawahan terpaksa menuruti permintaan tersebut.
- Bawahan Sampai Utang dan Gadai Sertifikat: Dalam kondisi tertekan, para Kepala UPT di Dinas PUPR PKPP Riau dilaporkan terpaksa meminjam uang ke bank, bahkan menggadaikan sertifikat pribadi, demi memenuhi setoran “jatah preman” tersebut. Hal ini terungkap dari keterangan yang diperoleh penyidik dari para Kepala UPT.
- Uang Pemerasan Digunakan untuk Pelesiran ke 3 Negara: Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa uang hasil pemerasan itu diduga digunakan Abdul Wahid untuk keperluan pribadi, termasuk lawatan ke luar negeri. Negara yang disebut-sebut menjadi tujuan perjalanan pribadi Abdul Wahid adalah Inggris, Brasil, dan satu negara lainnya. Hal ini juga diperkuat dengan ditemukannya mata uang asing berupa Pound Sterling (GBP 9.000) dan Dolar Amerika Serikat (USD 3.000) saat penggeledahan di rumah pribadi tersangka.
- Tiga Kali Setoran dengan Total Rp4,05 Miliar: Hingga Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Senin (3/11/2025), KPK mencatat Gubernur Abdul Wahid telah menerima setoran uang pemerasan secara bertahap sebanyak tiga kali. Total uang yang sudah disetorkan kepada AW mencapai Rp4,05 miliar, dari target awal Rp7 miliar. Setoran ini dikumpulkan oleh Sekretaris Dinas PUPR, Ferry Yunanda (FRY), dan diserahkan kepada Abdul Wahid melalui Tenaga Ahli Gubernur Dani M. Nursalam (DAN).
- Dijerat Pasal Berlapis, Termasuk Pasal Pemerasan: Atas perbuatannya, KPK menjerat Abdul Wahid (AW), M. Arief Setiawan (MAS), dan Dani M. Nursalam (DAN) dengan Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal 12 huruf f dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 12 huruf e secara khusus berkaitan dengan tindak pidana pemerasan yang dilakukan oleh penyelenggara negara.















