Jakarta, 10 Oktober 2025 – Isu terkait Undang-Undang ITE terus mendominasi berita hukum nasional. Selain kasus-kasus yang menyita perhatian publik, revisi undang-undang ini juga menuai perdebatan mengenai batas kebebasan berekspresi dan perlindungan data.
Kasus Paling Menonjol: Tuntutan Pemerasan dan Kejahatan Siber
Beberapa kasus ITE terbaru yang menjadi sorotan media antara lain:
- Tuntutan Pidana Nikita Mirzani: Artis Nikita Mirzani dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp2 miliar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang di Pengadilan Negeri Serang. Ia didakwa terlibat dalam kasus dugaan pemerasan disertai ancaman dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap seorang dokter kecantikan, Reza Gladys. JPU menilai perbuatan Nikita telah terbukti melanggar UU ITE dan merugikan korban.
- Penangkapan Peretas Data Bank: Kepolisian berhasil menangkap seorang hacker berusia 22 tahun di Jakarta yang diduga melakukan peretasan terhadap data 4,9 juta akun nasabah sebuah bank. Pelaku, yang menggunakan handle seperti ‘Bjorka’, ditangkap setelah menuntut uang tebusan dan menyebarkan data perbankan secara ilegal. Kasus ini kembali menekankan perlunya pengamanan sistem siber yang lebih ketat untuk melindungi data pribadi masyarakat.
Polemik Revisi UU ITE: Pasal Karet dan Kepastian Hukum
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 (Revisi Kedua UU ITE) terus menjadi subjek pembahasan, terutama terkait efektivitasnya dalam menekan kasus “pasal karet” yang kerap membungkam kritik:
- Pencemaran Nama Baik: Meski revisi telah mengubah ketentuan terkait pencemaran nama baik (Pasal 27) menjadi dua pasal baru (Pasal 27A dan 27B) dengan harapan mengurangi interpretasi ganda dan menurunkan ancaman hukuman, Koalisi Masyarakat Sipil tetap mengkritik bahwa celah kriminalisasi bagi kelompok kritis masih terbuka.
- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK): Pada April 2025, MK telah mengeluarkan putusan penting yang menyatakan bahwa pasal tentang menyerang kehormatan dalam UU ITE tidak berlaku untuk lembaga pemerintah, kelompok masyarakat, atau korporasi. Putusan ini disambut baik karena diharapkan dapat membatasi penggunaan UU ITE sebagai alat untuk membungkam kritik terhadap institusi publik.
- Arah Hukum: Sejumlah ahli hukum menyarankan agar kasus-kasus pencemaran nama baik di ruang digital lebih diprioritaskan penyelesaiannya melalui jalur perdata (gugatan ganti rugi) ketimbang langsung menggunakan jalur pidana (penjara), sejalan dengan semangat revisi untuk mengurangi over-kriminalisasi.















