JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil mantan Direktur Utama PT Taspen (Persero), Antonius Nicholas Stephanus (ANS) Kosasih, pada Kamis (23/10/2025). Pemanggilan ini dilakukan dalam rangka pengembangan kasus dugaan korupsi investasi fiktif yang merugikan keuangan negara hingga mencapai sekitar Rp1 triliun.
ANS Kosasih diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka korporasi baru, yaitu PT Insight Investments Management (PT IIM).
Fokus Pemeriksaan pada Tersangka Korporasi
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan bahwa pemeriksaan terhadap ANS Kosasih, yang saat ini berstatus terpidana, difokuskan untuk mendalami peran dan keterlibatan PT IIM dalam kasus investasi fiktif tersebut.
PT IIM ditetapkan sebagai tersangka korporasi karena diduga turut menerima aliran dana hasil tindak pidana korupsi. KPK menduga PT IIM menerima management fee yang bersumber dari dana investasi PT Taspen yang bermasalah.
“Hari ini KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan tindak pidana dalam pengelolaan investasi pada PT Taspen. Saksi yang dipanggil adalah ANS Kosasih, sebagai saksi untuk tersangka korporasi PT IIM,” ujar Budi.
Latar Belakang Kasus dan Vonis
Perkara investasi fiktif ini bermula dari penempatan dana investasi PT Taspen pada sejumlah perusahaan, yang sebagian besar dinilai fiktif dan merugikan negara.
Dalam kasus pokoknya, ANS Kosasih sebelumnya telah diadili dan dijatuhi vonis pidana penjara selama 10 tahun oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Selain itu, ia juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai puluhan miliar rupiah dan sejumlah mata uang asing.
Kasus ini juga menjerat mantan Direktur Utama PT IIM, Ekiawan Heri Primaryanto, yang telah divonis 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta. Ekiawan sendiri dilaporkan telah menerima putusan tersebut dan tidak mengajukan banding.
Meskipun ANS Kosasih telah divonis, KPK menegaskan komitmennya untuk terus menelusuri aliran dana dan pihak-pihak lain yang terlibat, termasuk dengan menjerat korporasi, demi mengoptimalkan pemulihan aset kerugian negara.