PEKANBARU, 6 NOVEMBER 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di rumah dinas Gubernur Riau Abdul Wahid (AW) di Pekanbaru pada Kamis (6/11/2025). Tindakan penggeledahan paksa ini merupakan bagian dari penyidikan lanjutan kasus dugaan pemerasan, gratifikasi, dan penerimaan hadiah atau janji di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau Tahun Anggaran 2025 yang telah menjerat Abdul Wahid sebagai tersangka.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan kegiatan penggeledahan tersebut dan menegaskan bahwa penyidik tidak hanya menyasar rumah dinas gubernur tetapi juga beberapa lokasi lain yang dianggap terkait dengan perkara. Langkah ini dilakukan untuk mencari dan menyita barang bukti tambahan yang dapat memperkuat pembuktian kasus dugaan pemerasan, terutama yang berkaitan dengan aliran dana dan praktik korupsi yang dilakukan para tersangka.
Kasus ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Senin (3/11/2025), di mana Abdul Wahid, bersama dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PUPR PKPP) Riau M. Arief Setiawan (MAS), dan Tenaga Ahli Gubernur Dani M. Nursalam (DAN), ditetapkan sebagai tersangka. Ketiganya ditahan KPK untuk 20 hari pertama masa penyidikan.
Dalam kasus ini, Abdul Wahid diduga menerapkan modus pemerasan yang dikenal di kalangan pejabat sebagai “jatah preman”. Gubernur diduga meminta fee sebesar 5 persen dari total penambahan anggaran proyek jalan di Dinas PUPR PKPP Riau. Anggaran tersebut mengalami kenaikan signifikan, dari semula Rp71,6 miliar menjadi Rp177,5 miliar. Total fee yang ditargetkan Abdul Wahid mencapai Rp7 miliar.
Fakta penyidikan mengungkap bahwa uang pemerasan ini tidak bersumber dari pihak swasta atau kontraktor, melainkan dikumpulkan dari pinjaman pribadi para Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Dinas PUPR PKPP Riau. Para pejabat yang menolak memberikan setoran diancam akan dicopot atau dimutasi dari jabatannya. Hingga OTT dilakukan, KPK mencatat telah terjadi tiga kali setoran dari Juni hingga November 2025, dengan total uang yang terkumpul senilai Rp4,05 miliar, dari target Rp7 miliar yang disandikan dengan istilah “7 batang”. Saat OTT, KPK juga menyita uang tunai sebesar Rp800 juta. Selain uang rupiah, penggeledahan di rumah pribadi Abdul Wahid sebelumnya juga menyita mata uang asing, termasuk Dolar AS dan Pound Sterling, yang kini sedang didalami kaitannya dengan aliran dana korupsi ini.
KPK mengapresiasi dukungan masyarakat Riau dalam pengungkapan kasus ini dan meminta seluruh pihak terkait untuk kooperatif guna memastikan proses hukum berjalan transparan dan efektif.















