Jakarta, 10 November 2025 – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia telah meningkatkan status penanganan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) oleh Petral, anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yang telah dibubarkan, ke tahap penyidikan. Meskipun status kasus sudah naik, Kejagung menyatakan belum ada penetapan tersangka dalam kasus yang berpotensi merugikan keuangan negara triliunan rupiah ini.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar (fiktif), dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (10/11), membenarkan peningkatan status ini. Keputusan menaikkan status dari penyelidikan ke penyidikan diambil setelah tim penyidik menemukan adanya peristiwa pidana dan bukti permulaan yang cukup.
- Latar Belakang Kasus: Kasus ini berpusat pada dugaan praktik curang dan tidak efisien dalam rantai pengadaan minyak mentah dan BBM yang dilakukan oleh Petral pada periode 2012 hingga 2014.
- Modus Operandi: Dugaan korupsi melibatkan markup harga dan permainan tender dalam penentuan pemasok minyak, yang disinyalir merugikan negara melalui inefisiensi harga yang tidak wajar.
- Potensi Kerugian: Investigasi awal mengindikasikan bahwa kerugian negara yang ditimbulkan dari praktik ini mencapai puluhan juta dolar AS atau setara triliunan rupiah.
Meskipun telah masuk tahap penyidikan, Kejagung menegaskan bahwa saat ini mereka masih fokus pada pengumpulan alat bukti yang sah untuk memperkuat konstruksi kasus.
“Tahap penyidikan ini akan fokus pada penghitungan pasti kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan pemanggilan sejumlah saksi-saksi kunci. Untuk saat ini, kami belum menetapkan siapa pun sebagai tersangka,” jelas Harli Siregar.
Tim penyidik dijadwalkan akan memanggil dan memeriksa pihak-pihak terkait, baik dari internal Petral, Pertamina, maupun pihak-pihak swasta yang menjadi mitra dalam pengadaan minyak selama periode tersebut.
Kasus Petral menjadi sorotan nasional karena perusahaan tersebut merupakan pintu utama pengadaan minyak dan BBM bagi Pertamina sebelum dibubarkan pada tahun 2015 oleh Presiden Joko Widodo. Pembubaran Petral saat itu bertujuan untuk memangkas mata rantai impor migas yang dianggap terlalu panjang, tidak efisien, dan rawan praktik mafia migas.
Peningkatan status ini menunjukkan keseriusan Kejaksaan Agung dalam menuntaskan kasus-kasus korupsi besar yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan reformasi sektor energi nasional.















