Pangkalpinang – Kejaksaan Agung (Kejagung) secara resmi menyerahkan aset Barang Rampasan Negara (BRN) dari kasus korupsi tata niaga komoditas timah kepada PT Timah Tbk (TINS), yang prosesinya disaksikan langsung oleh Presiden RI, Prabowo Subianto, di Pangkalpinang, Bangka Belitung.
Penyerahan ini menjadi sorotan karena menandai upaya masif pemerintah untuk memulihkan kerugian negara dari kasus korupsi yang ditaksir mencapai .
Aset Kunci yang Diserahkan
Jaksa Agung ST Burhanuddin menyerahkan sejumlah aset yang telah diputuskan dirampas untuk negara, dengan total nilai taksiran mencapai (berdasarkan perhitungan nilai awal aset). Aset-aset vital tersebut meliputi:
- 6 Unit Smelter (pabrik pemurnian bijih timah) yang sebelumnya dioperasikan secara ilegal.
- 108 Unit Alat Berat dan 195 Unit Peralatan Tambang lainnya.
- 680.687,60 kg Logam Timah hasil olahan.
- Tanah dan mess karyawan.
Presiden Prabowo Subianto dalam sambutannya menekankan bahwa aset-aset ini, terutama keenam smelter, akan dikelola oleh PT Timah (BUMN) untuk memperbaiki tata kelola industri dan memaksimalkan penerimaan negara, serta memastikan kekayaan alam dikembalikan untuk kepentingan rakyat.
Fokus pada Monasit (Rare Earth)
Selain timah, penyerahan aset ini juga menyoroti potensi besar mineral ikutan, yaitu Monasit atau Rare Earth (logam tanah jarang), yang ditemukan di lokasi smelter sitaan. Presiden Prabowo menyebut bahwa nilai Monasit ini sangat besar, di mana satu tonnya bisa mencapai . Pemanfaatan rare earth ini diharapkan dapat menjadi sumber pemulihan kerugian negara yang fantastis.
Vonis Terdakwa Sudah Final
Sementara itu, proses hukum terhadap para pelaku utama dalam kasus ini, seperti pengusaha Harvey Moeis dan Helena Lim, telah mencapai putusan final di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA) pada Juli 2025, dengan hukuman:
- Harvey Moeis: Divonis 20 tahun penjara dan dibebani uang pengganti sebesar .
- Helena Lim: Divonis 10 tahun penjara.
Penyerahan aset smelter ini diharapkan menjadi babak baru bagi tata kelola timah nasional, meskipun pada 9 Oktober 2025 sempat terjadi unjuk rasa yang berujung kericuhan di kantor PT Timah oleh penambang rakyat yang menuntut perbaikan tata kelola dan kenaikan harga beli timah.