JAKARTA – Sebuah lembaga penelitian baru-baru ini merilis hasil jajak pendapat yang melibatkan 514 responden di 38 provinsi. Hasilnya menyoroti masalah penegakan hukum sebagai faktor dominan yang menyebabkan kepala daerah terjerat kasus korupsi, di atas biaya politik dan faktor lainnya.
Jajak pendapat tersebut dilakukan melalui telepon pada 10-13 November 2025 untuk memetakan persepsi publik terhadap maraknya korupsi di tingkat daerah.
Faktor Penyebab Korupsi Kepala Daerah
Publik menempatkan isu diskriminasi dalam proses hukum di urutan teratas sebagai pemicu utama tindak pidana korupsi oleh pemimpin daerah.
| Pemicu Utama Korupsi | Persentase Publik |
| Penegakan hukum yang pilih-pilih | 22,4% |
| Biaya politik yang terlampau tinggi | 21,2% |
| Gaya hidup yang sangat mewah | 21,2% |
| Sistem pengawasan yang lemah | 20,4% |
| Kebiasaan permisif masyarakat | 6,5% |
Sikap Publik Terhadap Koruptor Berprestasi
Hasil survei juga menunjukkan ketegasan sikap publik terhadap calon kepala daerah yang pernah tersandung kasus rasuah, bahkan jika mereka menunjukkan keberhasilan pembangunan.
-
Mayoritas Menolak Calon Terkait Korupsi: Sebanyak 63,3% responden menyatakan tidak akan memilih calon kepala daerah yang pernah dikaitkan dengan korupsi, meskipun status hukumnya belum final. Hanya 32,6% yang menyatakan tetap bersedia memilih.
-
Prestasi Tak Bisa Membenarkan Korupsi: Ketika dihadapkan pada skenario kepala daerah yang berprestasi dalam pembangunan infrastruktur tetapi terbukti korupsi, mayoritas publik tegas menolak tindakan tersebut.
-
57,6% menyatakan korupsi tidak dibenarkan sama sekali.
-
23,2% lainnya menyatakan hal itu “Tergantung nilai korupsinya”.
-
Data ini menggarisbawahi harapan besar masyarakat agar sistem penegakan hukum diperbaiki untuk menciptakan efek jera dan menuntut integritas yang lebih tinggi dari para pejabat publik.















