Jakarta, 10 November 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami mekanisme dan faktor-faktor yang memungkinkan Sekretaris Daerah (Sekda) Ponorogo, Agus Pramono (AGP), dapat bertahan dalam jabatannya selama kurang lebih 13 tahun. Pendalaman ini dilakukan seiring penetapan AGP sebagai tersangka penerima suap dalam kasus korupsi yang juga menjerat Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko.
❓ Fokus Pendalaman KPK: Jaringan dan Fee Jabatan
Sekda Agus Pramono ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama Bupati Sugiri Sancoko terkait klaster suap pengurusan jabatan di lingkungan Pemkab Ponorogo. KPK menduga bahwa lamanya masa jabatan AGP memiliki kaitan erat dengan praktik suap yang melibatkan fee atau setoran agar posisi tersebut tetap aman.
Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan pendalaman ini penting untuk memutus rantai korupsi sistemik.
Pernyataan KPK: “Penyidik sedang mendalami, bagaimana caranya tersangka AGP ini bisa bertahan di posisi Sekda selama belasan tahun. Apakah ada peran dari pihak lain, dan apakah mempertahankan jabatan ini dilakukan dengan rutinitas setoran atau uang pelicin yang melibatkan pejabat sebelumnya hingga ke Bupati yang sekarang,” ujar Asep Guntur.
KPK mencurigai adanya jaringan kuat di lingkungan birokrasi Ponorogo yang memfasilitasi AGP untuk mempertahankan jabatannya sejak era bupati sebelumnya.
💰 Peran Sekda dalam Kasus Sugiri Sancoko
Dalam kasus korupsi yang baru-baru ini diungkap KPK, AGP diduga menerima suap bersama Bupati Sugiri Sancoko dari Yunus Mahatma (Direktur RSUD Dr. Harjono).
- Tujuan Suap: Uang suap tersebut bertujuan untuk mempertahankan posisi Yunus Mahatma di RSUD.
- Keterlibatan AGP: AGP, sebagai Sekda, memiliki peran penting dalam proses administrasi dan rekomendasi penempatan jabatan. KPK menduga AGP menerima bagian dari total penerimaan suap yang mencapai Rp 2,6 Miliar dari berbagai klaster.
🔒 Status Penahanan
Saat ini, Agus Pramono telah ditahan di Rumah Tahanan KPK. KPK berkomitmen untuk mengusut tuntas praktik korupsi di Ponorogo, terutama yang terkait dengan jual beli jabatan dan fee proyek, yang dinilai merugikan masyarakat dan merusak tata kelola pemerintahan yang baik.















