JAKARTA, 8 Oktober 2025 – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali melanjutkan sidang pengujian materiil terhadap dua undang-undang krusial yang mengatur ruang digital, yaitu Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) dan ketentuan terkait dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU ITE.
Sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, kali ini beragendakan mendengarkan keterangan ahli dan saksi dari pihak Pemohon.
Fokus Utama Pengujian Konstitusi
Pengujian kedua undang-undang ini menarik perhatian publik karena menyangkut hak-hak fundamental warga negara, khususnya terkait privasi dan kebebasan berekspresi.
1. Pengujian UU Pelindungan Data Pribadi (UU PDP)
- Pasal yang Diuji: Salah satu fokus utama adalah Pasal 65 ayat (2) dan Pasal 67 ayat (2) UU PDP, yang mengatur pengecualian pemrosesan data pribadi.
- Permintaan Pemohon: Para Pemohon meminta MK untuk memberikan tafsir yang tegas mengenai frasa “melawan hukum” dan memberikan pengecualian yang jelas. Hal ini untuk mencegah ketentuan pidana dalam UU PDP digunakan untuk mengancam kebebasan pers, kebebasan akademik, dan kebebasan seni budaya yang sejatinya memiliki fungsi pengawasan publik.
2. Pengujian Pasal “Karet” UU ITE
- Meskipun UU ITE telah direvisi (UU 1/2024), pengujian terhadap pasal-pasal yang dianggap multitafsir dan berpotensi membatasi kebebasan berekspresi masih terus diajukan, seperti frasa dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) mengenai penyerangan kehormatan atau nama baik.
- Putusan MK Sebelumnya: MK telah menegaskan bahwa pasal pencemaran nama baik hanya berlaku untuk individu (orang perorangan), bukan untuk institusi pemerintah, korporasi, profesi, atau jabatan, yang diharapkan dapat mengurangi kriminalisasi terhadap kritik. Namun, berbagai pihak masih berupaya menguji pasal-pasal lain yang dianggap “karet” dalam revisi terbaru.
Implikasi Bagi Warga Negara
Para Pemohon dan aktivis menekankan bahwa kebebasan berekspresi dan hak atas privasi adalah dua hak yang saling menguatkan. Keputusan MK dalam perkara ini akan sangat menentukan batasan antara perlindungan data pribadi dan hak publik untuk mencari serta menyebarkan informasi.















