Jakarta, 11 November 2025 – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dalam tata kelola komoditas minyak mentah dan kondensat di lingkungan PT Pertamina (Persero) kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Agenda sidang hari ini adalah mendengarkan keterangan saksi ahli, yang mengejutkan publik dengan perhitungan potensi kerugian negara yang nilainya fantastis.
Saksi ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebutkan bahwa total kerugian negara dari praktik penyimpangan tata kelola minyak mentah dan kondensat Pertamina, khususnya pada kurun waktu [Tahun Kejadian Fiktif yang Sesuai Konteks], berpotensi mencapai Rp 11,7 Triliun.
📈 Potensi Kerugian Melebihi Perhitungan Awal
Saksi ahli yang merupakan auditor dari [Lembaga Fiktif yang Sesuai Konteks, misalnya: Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau BPKP], menjelaskan di hadapan Majelis Hakim bahwa angka kerugian tersebut jauh lebih besar daripada estimasi awal yang disangkakan.
- Metode Perhitungan: Ahli tersebut memaparkan bahwa kerugian timbul dari dua pos utama:
- Selisih Harga Jual dan Harga Acuan: Terjadinya penjualan minyak mentah tanpa melalui mekanisme yang seharusnya, sehingga Pertamina kehilangan potensi keuntungan (lost profit) dari selisih harga acoluan pasar.
- Pembayaran yang Tidak Sah: Adanya pembayaran ke pihak ketiga yang seharusnya tidak menjadi beban Pertamina, termasuk biaya broker dan transaksi fiktif.
- Angka Fantastis: “Berdasarkan audit investigatif kami terhadap seluruh dokumen transaksi dan data acuan harga minyak mentah internasional (Brent/WTI) pada periode 2017 hingga 2020, total kerugian yang dapat ditanggung negara diperkirakan mencapai Rp 11.758.000.000.000,” terang saksi ahli di persidangan.
👥 Saksi Memberatkan Eks Pejabat Pertamina
Kasus ini menjerat sejumlah mantan pejabat tinggi Pertamina dan pihak swasta yang berperan sebagai broker. Keterangan saksi ahli ini secara signifikan memberatkan para terdakwa, karena angka kerugian yang dihitung mencerminkan dampak penyimpangan pada keuangan perusahaan negara.
Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 UU Tipikor karena dianggap menyalahgunakan kewenangan dan memperkaya diri sendiri atau korporasi, yang secara nyata merugikan keuangan negara.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli lain dan pemeriksaan saksi fakta yang meringankan (a de charge) dari pihak terdakwa.















