SEMARANG, 21 OKTOBER 2025 – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menyatakan bahwa pelaku pelecehan seksual berbasis digital yang menyebarkan foto cabul hasil manipulasi AI terhadap siswi dan guru di SMAN 11 Semarang, berpotensi kuat melanggar dua undang-undang pidana utama, yakni Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang Pornografi.
Penegasan ini disampaikan oleh pihak kepolisian sebagai respons atas desakan publik dan aksi protes siswa, memastikan bahwa tindakan pidana yang dilakukan oleh alumnus berinisial Chiko tersebut akan diproses secara hukum yang berat.
Pasal Berlapis yang Mengancam Pelaku
Polisi menekankan bahwa kasus ini tidak hanya dilihat dari aspek kesusilaan, tetapi juga dari cara dan media penyebarannya:
- Pelanggaran UU ITE: Pelaku diduga melanggar Pasal 27 Ayat (1) UU ITE, yang mengatur tentang mendistribusikan atau membuat dapat diaksesnya Informasi atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan. Ancaman hukumannya berat, termasuk pidana penjara dan denda.
- Pelanggaran UU Pornografi: Pelaku juga dijerat dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, khususnya pasal yang melarang membuat, memproduksi, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, atau menyediakan pornografi.
- Unsur Deepfake (Manipulasi AI): Unsur yang memberatkan adalah penggunaan teknologi deepfake (AI) untuk memanipulasi wajah korban tanpa izin, yang merupakan bentuk kekerasan berbasis gender online (KBGO).
Proses Hukum dan Perlindungan Korban
Polisi telah memulai proses penyelidikan dan penyidikan formal setelah menerima laporan resmi dari pihak-pihak terkait:
- Penyidikan Cepat: Polisi berkomitmen akan memproses kasus ini dengan cepat dan transparan mengingat korbannya adalah anak di bawah umur dan kasus ini telah meresahkan masyarakat luas.
- Pendampingan: Penanganan korban akan melibatkan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta lembaga pendampingan psikologis untuk memastikan korban mendapatkan pemulihan trauma.
Pernyataan kepolisian ini menunjukkan keseriusan aparat dalam menindak kasus pelecehan digital, sekaligus mengedukasi masyarakat tentang bahaya dan konsekuensi hukum dari penyalahgunaan teknologi informasi.